MENGENAL LEBIH DEKAT ORANG RIMBA DI TAMAN NASIONAL BUKIT DUABELAS

You are here

 

  1. Sejarah

Orang Rimba adalah salah satu suku bangsa minoritas dan merupakan Komunitas Adat Terpencil (KAT) yang ada di provinsi Jambi. Orang Rimba memiliki permasalahan yang spesifik yang disebabkan oleh adanya adat yang begitu kuat yang mempengaruhi kehidupan dan penghidupan mereka. Mereka hidup berkelompok, berpakaian hanya sebagian menutupi badan, gaya hidup tradisional yaitu hunters (berburu) dan  (meramu/mengumpulkan makanan) dan hidup berpindah pindah, dengan kata lain mereka sangat tergantung dengan hasil hutan / alam dan binatang buruan.

Orang Rimba sendiri sudah sangat dikenal di provinsi jambi, karena suku ini merupakan bagian dari masyarakat itu sendiri, sifat keprimitifannya begitu kental. Asal mula keberadaan Orang Rimba belum jelas hingga kini. Konon mereka adalah pelarian dari kerajaan Pagaruyung Sumatera Barat dan Kerajaan Sriwijaya di Sumatera Selatan, mereka melarikan diri ke dalam hutan, kebiasaan mereka hidup di hutan rimba, akhirnya berlanjut hingga kini, karena itu Orang Rimba juga dikenal sebagai Suku Kubu atau Orang Rimba. Namun istilah “Suku Kubu” ditentang atau tidak disukai oleh Orang Rimba, karena kata “KUBU” sendiri dalam bahasa melayu Jambi berarti “bodoh, primitif dan terbelakang” sehingga mereka lebih senang disebut Orang Rimba atau Orang Rimba. Disebut Orang Rimba karena mereka hidup di dalam hutan, penghidupan dan kehidupan mereka tergantung dengan hasil hutan/alam.

2. Kehidupan Orang Rimba

Tempat Tinggal/Rumah

Orang Rimba memiliki tiga jenis rumah yaitu : Rumah Godong, Rumah ditanoh dan Sudung. Rumah godong atapnya terbuat dari daun kayu benal atau rumbia, dinding, pintu dan lantai dari kulit kayu gaharu atau meranti, tiang terbuat dari kayu meranti. Rumah godong di gunakan Orang Rimba bisa sampai kurun waktu satu tahun atau lebih. Rumah ditanoh atapnya terbuat dari kulit kayu meranti atau dari rumbia, lantai terbuat dari kayu kulit meranti.dan tidak memiliki dinding. Rumah ditanoh digunakan kurang lebih 8 bulan. Sudung atapnya terbuat dari daun puar, tidak memiliki dinding ataupun lantai. Sudung ini dibuat dan digunakan satu atau dua malam.   

Saat ini hampir sebagian besar tidak beratapkan daun benal atau rumbia lagi, merka menggunakan plastik atau perlak warna hitam untuk dijadikan atap rumahnya sebagai pengganti daun benal dan daun rumbia, disini mereka beraktifitas, termasuk memasak, berkumpul dengan keluarga dan bahkan hewan peliharaan pun (anjing) bergabung di rumah mereka..

Cara Berpakaian

Pada umumnya bagi masyarakat yang masih memegang adat dengan kuat cara berpakaian mereka sangat unik, berbeda dengan masyarakat luar pada umumnya yang menggunakan pakaian sebagaimana mestinya. Orang Rimba hanya menggunakan Cawat  bagi laki-laki sedangkan untuk kaum perempuan menggunakan kemben. Cawat adalah pakain yang digunakan oleh kaum laki-laki untuk menutupi daerah kemaluannya saja, cawat terbuat dari kain, kemudian mereka ada cara tersendiri untuk digunakan menjadi cawat, sedangkan kemben adalah kain sarung biasa, digunakan untuk menutupi tubuh dari atas mata kaki sampai di atas dadaitu bagi perempuan yang belum nikah atau yang sudah nikah tapi belim punya anak, akan tetapi bagi kaum perempuan yang sudah punya anak, kemben dipakai dari atas mata kaki sampai pinggang.

Namun seiring dengan berkembangnya zaman serta interaksi Orang Rimba atau Orang Rimba dengan masyarakat luar, saat ini sebagian dari mereka telah memiliki dan menggunakan pakaian layaknya masyarakat luar.

Makanan

Biasanya Orang Rimba bertani di hutan dengan menanam singkong, ubi jalar, padi, tembakau, cabe dan tebu . untuk mencukupi makanan mereka sehari-hari, selain bertani meraka pun berburu untuk mendapatkan makanan yang lainya, hewan yang menjadi buruan mereka diantranya adalah rusa, kancil, kijang,  babi, biawak, nanguy, tikus hutan, labi-labi, monyet dan kodok, serta ikan. Akan tetapi pada saat ini Orang Rimba telah banyak yang memiliki banyak kebun karet dan kebun sawit, sehingga makanan pokok sehari-hari mereka sama dengan masyarakat luar. Makanan tersebut diperoleh dengan cara dibeli dan uangnya berasal dari hasil penjualan Getah karet dan buah kelapa sawit.

Selain itu Orang Rimba juga mengkonsumsi buah-buahan yang ada di hutan Taman Nasional Bukit Duabelas diantaranya: Durian hutan/daun, Durian haji, Cempedak, Kuduk kuya, Dekat, Rambutan hutan, Siu

Kesehatan

Orang Rimba pada Zaman dulu, sebelum berinteraksi dengan masyarakat luar untuk mengobati penyakit dengan cara berobat ke dukun. Dukun ini mengobati penyakit dengan cara meramu tumbuh-tumbuhan yang berada di dalam hutan, diantaranya : mengadakan ritual Bdeki/besale, selain itu mereka juga menggunakan obat-obatan tradisional yang berada di dalam hutan dengan cara meramu. Contoh : Tobu Pungguk ( Costus speciosus) obat Panas dan demam, bagian yang digunakan adalah daunnya, cara meramunya direbus lalu airnya diminum. Tapi sekarang ini mereka sudah jarang menggunakan obat-obatan tradisional dan lebih cenderung menggunakan obat-obatan modern, dengan cara berobat ke Puskesmas atau ke Dokter.

2. Mengenal Budaya/adat Orang Rimba

Budaya Melangun

Seorang anggota Keluarga Orang Rimba yang meninggal dunia merupakan peristiwa yang sangat menyedihkan bagi seluruh warga suku, terutama pihak keluarganya. Kelompok mereka yang berada di sekitar rumah kematian akan pergi karena menganggap bahwa tempat tersebut tempat sial, selain untuk dapat melupakan kesedihan yang ada. Mereka meninggalkan tempat tersebut dengan waktu yang cukup lama, yang pada zaman dulu bisa berlangsung antara 10 sampai 12 Tahun. Namun pada saat ini masa melangun menjadi semakin singkat yaitu sekitar 1 bulan sampai 1 tahun. Hal ini terjadi karena pada saat ini Orang Rimba ada yang mempunyai kebun karet atau sawit, kalau kebun mereka lama ditinggalkan maka tidak terawat atau dipanen orang lain.

Pada masa sekarang apabila terjadi kematian di suatu daerah, juga tidak seluruh anggota Orang Rimba tersebut pergi melangun. Hanya anggota keluarga mendiang saja yang melakukannya. Jenazah orang yang telah meninggal diangkat menuju tanah pasoron dan dibuatkan sebuah pondok untuk tempat menyimpan jenazah tersebut. Pondok jenazah ini jika untuk orang dewasa tingginya 12 undukan dari tanah, sedangkan anak-anakhanya 4 undukan dari tanah.

Seloko dan Mantera

Kehidupan Orang Rimba sangat dipengaruhi oleh aturan-aturan hukm yang telah diterapkan dalam bentuk seloko-seloko yang secara tegas dijadikan pedoman hukum oleh pemimpin suku, khususnya Tumenggung dalam mengambil keputusan. Seloko juga menjadi pedoman dalam bertutur kata dan bertingkah laku serta dalam kehidupan bermasyarakat Orang Rimba. Seloko-seloko adat ini menurut mereka tidak hilang dan tidak bisa (berubah).

Bentuk seloko itu antara lain :

  1. Bak emas dalam suasa
  2. Bak tali berpintal tigo
  3. Yang tersurat dan tersirat
  4. Mengaji di atas surat
  5. Banyak daun tempat berteduh
  6. Meratap di atas bangkai
  7. Dak teubah anjing makan tai (kebiasaan yang sulit diubah)
  8. Dimano biawak terjun disitu anjing tertulung (dimano kita berbuat salah, disitu adat yang dipakai)
  9. Dimano bumi dipijak disitu langit di junjung (dimana kita berada, disitu adat yang kita junjung, kita menyesuaikan diri)
  10. Bini sekato laki dan anak sekato Bapak (bahwa dalam urusan rumah tangga sangat menonjol peran seorang laki-laki atau bapak)
  11. Titian galling tenggung negeri (tidak kesini juga tidak kesana)
  12. Ado rimbo ado bungo, ado bungo ado dewo (ada hutan ada bunga, ada bunga ada dewa).

Besale/bedeki

Asal kata besale sampai saat ini belum diketahui, namun demikian dapat diartikan secra harafiah duduk bersama untuk bersama-sama memohon kepada Yang Kuasa agar diberikan kesehatan, ketentraman dan dihindarkan dari mara bahaya. Besale dilakukan pada malam hari yang dipimpin oleh seorang tokoh yang disegani yang disebut dukun. Tokoh ini harus memiliki kemampuan lebih dan mampu berkomunikasi dengan dunia gaib/arwah.

Kepercayaan

Komunitas adat terpencil Orang Rimba pada umunya mempunyai kepercayaan terhadap dewa, istilah etnich mereka yakni dewo-dewo. Mereka juga mempercayai roh-roh sebagai sesuatu kekuatan gaib. Hal ini tercermin dalam seloko dan mantera yang memiliki kepercayaan Sumpah Dewo Tunggal yang sangat mempengaruhi kehidupan mereka. Hidup beranyam kuaw, bekambing kijang, bekerbau rusa, rumah (sudung) beatap sikai, badinding banir, belantai tanah yang berkelambu resam, suko berajo bejenang, bebatin bapanghulu. Artinya : mereka (Orang Rimba) mempunyai larangan berupa pantang berkampung, pantang beratap seng, harus berumah beratap daun kayu hutan, tidak boleh beternak, dan menanam tanaman tertentu, karena mereka telah memiliki ternak kuaw (burung hutan) sebagai pengganti ayam, kijang, ruso, babi hutan sebagai pengganti kambing atau kerbau.

Sistem Kekerabatan

Sistem kekerabatan Orang Rimba adalah matrilinear yang sama dengan sytem kekerabatab orang minangkabau. Tempat hidup pasca pernikahan adalah uxorilokal, artinya saudara perempuan tetap tinggal di dalam satu satu pekarangan sebagai sebuah keluarga luas uxorilokal. Sedangkan saudara laki-laki dari keluarga harus mencari istri di luar pekarangan tempat tinggal.

Orang Rimba menganggap hubungan endogami keluarga inti (saudara seperut/saudara kandung) atau hubungan dengan orang satu darah, merupakan sesuatu yang tabu, dengan kata lain perbuatan sumbang (incest) dilarang, sama halnya dengan budaya Minangkabau.

Mayoritas pernikahan adalah monogami, tetapi ada juga hubungan poligami atau lebih tepat poligini, yang kelihatannya untuk melestarikan asal suku. Sebenarnya adalah alasan sosial lain, samping melindungi sumber anak adalah keinginan untuk memelihara janda atau perempuan mandul.

Organisasi Sosial dan kelompok Masyarakat Orang Rimba

Masyarakat Orang Rimba hidup berkelompok dan mempunyai wilayah/batas kekuasaan perkelompoknya, namun meskipun mempunyai wilayah masing-masing tapi mereka diperbolehkan mencari penghidupan di wilayah kelompok lain, asal izin terlebih dahulu kepada pemimpin yang mempunyai wilayah tersebut.

Susunan organisasi sosial pada masyarakat Orang Rimba terdiri dari :

  1. Tumenggung : kepala adat/kepala masyarakat/pemimpin kelompok
  2. Wakil tumenggung : pengganti tumenggung apabila berhalangan
  3. Depati : pengawas pada kepemimpinan tumenggung
  4. Menti : menyidang orang secra adat/jaksa
  5. Mangku : penimbang keputusan dalam sidang adat/hakim
  6. Anak Dalam ; ajudan/menjemput tumenggung ke sidang adat
  7. Debalang Batin : pengawal tumenggung/keamanan
  8. Tengganas/tengganai : pemegang keputusan tertinggi sidang adat dan dapat membatalkan keputusan/ penasehat tumenggung.
  9. Penghulu : Pemerintahan di SAD

Kepemimpinan pemimpin Orang Rimba sudah tidak bersifat mutlak. Pemimpin mereka sekarang dipilih berdasarkan pengajuan Tumenggung sebelumnya untuk kemudian disetujui seluruh anggota kelompok.

 

Penulis : Asep Agus Fitria (PEH Pelaksana lanjutan) Balai TN Bukit Duabelas